Rabu, 31 Maret 2010

Minat Beli Yang Tak Pernah Surut

Kendati banyak orang mengeluh dengan kenaikan bahan bakar minyak hingga 100%, hal itu ternyata tidak berpengaruh besar terhadap minat beli masyarakat atas produk-produk elektronik, khususnya telepon seluler. Tak salah memang jika telepon seluler (ponsel) kini dianggap sebagai salah satu bagian dari gaya hidup masyarakat urban yang mutlak dimiliki. Persepsi yang beredar, semakin mahal dan canggih ponsel yang dimiliki seseorang, maka semakin tinggi pula prestise dan statusnya di mata orang lain.
Badai inflasi yang mendera daya beli masyarakat diprediksi tidak berpengaruh banyak terhadap elastisitas penjualan ponsel. Hal ini bahkan telah disikapi dengan cerdik oleh sebagian besar produsen ponsel. Jika pada tahun-tahun sebelumnya, mereka stabil mengeluarkan ponsel-ponsel kelas menengah, maka di tahun depan, tampaknya pasar ponsel bakal dibanjiri dengan ponsel-ponsel murah, kelas low-end. Hal inilah yang tampaknya akan digunakan produsen ponsel untuk men-trigger minat beli masyarakat daya belinya sudah menurun.
Hal itu diakui oleh Samudro Seto, Product Marketing, Sony Ericsson Indonesia. Ia yakin, ponsel low-price dan low-end bakal dominan di tahun 2006. “Saya pikir penjualan ponsel akan tetap stabil. Meski harga BBM meningkat, tetapi produsen kan tidak menaikkan harga gila-gilaan. Malah ponsel-ponsel low-end akan banyak diluncurkan tahun depan, dengan berbagai fasilitas dan harga yang terjangkau,” jelasnya.
Selain pasar low-end, komposisi total pasar ponsel juga di huni oleh segmen mid-end dan high-end. Jenis low-end menguasai sekitar 50% dari total pasar ponsel. Sedangkan mid-end dan high-end, hanya mencapai perbandingan 30:20 sisanya. Meski proporsinya tidak sebesar pasar low-end, kedua pasar ini diperkirakan menyumbang kontribusi pendapatan yang lumayan. Segmen pasar tersebut juga tidak terlalu terpengaruh dengan gonjang-ganjing ekonomi nasional. “Jadi, jangan heran jika ponsel yang dijual di atas harga 10 juta juga masih bisa laku di Indonesia,” imbuh Seto.
Daya beli masyarakat kelas atas yang “diasumsikan” tidak terimbas krisis, juga telah menjadi dasar pertimbangan para produsen ponsel untuk terus meluncurkan kategori produk smartphone (telepon seluler dengan fungsi lengkap). Ponsel yang banyak dipakai oleh pebisnis dan profesional muda ini, selain berfungsi sebagai alat komunikasi, juga menawarkan fitur-fitur canggih dan menarik. Sebut saja Nokia Communicator 9500, yang merupakan kelanjutan dari seri N9210i. Ponsel ini menyediakan fitur Wireless LAN (Wi-Fi) atau Fast Mobile Access yang memampukan penggunanya mengakses data ke berbagai sumber jaringan dalam cakupan area yang ada—seperti di kantor, bandar udara, hotel dan pusat konferensi. Di samping itu, Wi-Fi Connectivity sendiri merupakan standar utama dari teknologi generasi ketiga (3G). Meski layanan berbasis 3G belum terlalu populer di Indonesia, beberapa operator selular, seperti Telkomsel dan Excelcomindo, sudah mulai mempersiapkan infrastruktur pendukung teknologi ini.
Selain dilengkapi dengan teknologi jaringan nirkabel, N9500 juga diperkuat dengan software aplikasi office yang terdiri dari Document (pengolah kata), Sheet (spreadsheet), dan Presentation yang kompatibel dengan Office 97 atau versi yang lebih baru. Dengan aplikasi ini, pengguna bisa membuka, menyunting, dan menyimpan teks maupun image yang dibuat dengan Microsoft Word sebagaimana biasanya mereka lakukan dengan komputer.
Jika dilihat dari tren pasar global, maka pasar ponsel lima tahun ke depan akan dibanjiri oleh ponsel berteknologi 3G. Bahkan, hasil riset Informa Telecoms & Media (sebuah perusahaan riset independen yang berbasis di Inggris), mengungkapkan bahwa pasar smartphone untuk wilayah Asia Pasifik akan meningkat. Dari tadinya 28% pada tahun 2005 menjadi 31,5% pada tahun 2010 (atau 17,4% total seluruh ponsel yang terjual pada tahun tersebut). Untuk kawasan Eropa diperkirakan turun menjadi 36% dengan unit terjual sekitar 147,3 juta. Sedangkan penjualan smartphone di Amerika Utara hanya akan mewakili seperlima pasar smartphone dunia. Sementara Amerika Latin, Afrika, dan Timur Tengah hanya menyumbangkan masing-masing 6% pada saat yang sama.
Dari tren global ini, tampak terjadi pergeseran yang cukup besar dalam penjualan smartphone untuk wilayah Asia Pasifik. Artinya, meski ponsel low-end berpeluang besar menguasai pasar nasional di Tahun Anjing, bukan tidak mungkin jika nanti smartphone yang akan menjadi primadona ponsel di tahun-tahun mendatang. Oleh sebab itu, tidak heran pula mengapa para produsen ponsel cukup optimis dengan pertumbuhan sales di tahun depan, khususnya smartphone dan ponsel low-end.
Pustaka :
Adrianus Pohan dalam Refrinal. 2006. Minat Beli yang Tak Pertah Surut dalam Marketing for Decision Maker. Kumpulan Artikel dan Kliping. Field Survey Indonesia. Jakarta

di sadur dari ahli riset pemasaran Refrinal, S.KH MM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar